Selasa, 15 November 2016

Paralysis

Paralysis dengan gangguan kelenjar endokrin


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PARALYSIS
1.Pengertian Paralisis ( Paralysis ) / kelumpuhan
Kelumpuhan (Paralysis) adalah hilangnya fungsi otot untuk satu atau lebih otot. Kelumpuhan dapat disertai dengan hilangnya perasaan (kehilangan sensori) di daerah yang terkena jika terjadi kerusakan sensorik serta motorik. Sebuah studi yang dilakukan oleh Christopher & Dana Reeve Foundation, menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 50 orang telah didiagnosa dengan kelumpuhan. Lumpuh berasal dari kata παράλυσις (Yunani) yang berarti, "penghentian saraf", diri dari παρά (para), "di samping, dengan" + λύσις (lusis), "kehilangan" dan λύω (luo), yang berarti "kehilangan".
Kelumpuhan paling sering disebabkan oleh kerusakan dalam sistem saraf, terutama saraf tulang belakang. Penyebab utama lainnya adalah gangguan hormon seperti hiperthyroid,gangguan kelenjar adrenal ( aldosteron / hipokalemia ), stroke, trauma dengan cedera saraf, poliomielitis, amyotrophic lateral sclerosis (ALS), botulisme, spina bifida, multiple sclerosis, dan sindrom Guillain-Barré. Kelumpuhan sementara terjadi selama tidur REM, dan disregulasi dari sistem ini dapat menyebabkan kelumpuhan saat bangun. Obat-obatan yang mengganggu fungsi saraf, seperti curare, juga bisa menyebabkan kelumpuhan. Ada beberapa penyebab yang dikenal banyak untuk kelumpuhan, dan belum ditemukan. Pseudoparalysis (pseudo-makna "palsu, tidak asli", dari ψεῦδος Yunani) adalah pembatasan secara mendadak atau penghambatan gerak karena rasa sakit, ketiadaan koordinasi, orgasme, atau penyebab lainnya, dan bukan karena kelumpuhan otot yang sebenarnya. pada bayi, mungkin merupakan gejala sifilis bawaan. Sebagian besar kelumpuhan disebabkan oleh kerusakan sistem saraf (cedera saraf tulang belakang) yang terjadi secara konstan namun, beberapa bentuk kelumpuhan yang periodik, termasuk kelumpuhan tidur, disebabkan oleh faktor lain. (Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/orthopedic-surgery/2283003 pengertian-kelumpuhan-lumpuh/#ixzz2M6A8VLBf ).
Kelumpuhan adalah hilangnya kekuatan yang dalam hal ini mempengaruhi anggota tubuh yaitu kaki dan lengan ataupun kelompok otot. (http://.www.healtoz.com/healthhatoz/Atoz/ency/paralysis.jsp.diambil pada tgl 18/2/2013).

2.Kelenjar Adrenal
Tubuh memiliki 2 kelenjar adrenal, masing-masing terletak di puncak ginjal. Bagian dalam dari kelenjar adrenal (medula) melepaskan hormon adrenalin (epinefrin) yang mempengaruhi tekanan darah, denyut jantung, berkeringat dan aktivitas lainnya juga diatur oleh sistem saraf simpatis.
Bagian luar dari kelenjar adrenal (korteks) melepaskan hormon:
  1. Kortikosteroid (cortison-like hormones)
  2. Androgen (hormon pria)
  3. Mineralokortikosteroid (mengendalikan tekanan darah serta kadar garam dan kalium tubuh).

Kelenjar adrenal merupakan bagian dari suatu sistem yang rumit yang menghasilkan hormon yang saling berkaitan.
Hipotalamus menghasilkan CRH (corticotropin-releasing hormone), yang merangsang kelenjar hipofisa utnuk melepaskan kortikotropin, yang mengatur pembentukan kortikosteroid oleh kelenjar adrenal.
Fungsi kelenjar adrenal bisa berhenti jika hipofisa maupun hipotalamus gagal membentuk hormon yang dibutuhkan dalam jumlah yang sesuai. Kekurangan atau kelebihan setiap hormon kelenjar adrenal bisa menyebabkan penyakit yang serius.
Kelebihan aldosteron (aldosteronisme) merupakan suatu keadaan yang mempengaruhi kadar natrium, kalium, bikarbonat dan klorida dalam darah, yang menyebabkan tekanan darah tinggi, kelemahan dan kadang kelumpuhan perioidik. Aldosteron adalah hormon yang dihasilkan dan dilepaskan oleh kelenjar adrenal, memberikan sinyal kepada ginjal untuk membuang lebih sedikit natrium dan lebih banyak kalium. Pembentukan aldosteron sebagian diatur oleh kortikotropin pada hipofisa dan sebagian lagi oleh mekanisme kontrol pada ginjal (sistem renin-angiotensin-aldosteron). Renin adalah enzim yang dihasilkan di dalam ginjal dan bertugas mengendalikan pengaktivan hormon angiotensin, yang merangsang pembentukan aldosteron oleh kelenjar adrenal.
Hiperaldosteronisme bisa disebabkan oleh suatu tumor (biasanya jinak) pada kelenjar adrenal (suatu keadaan yang disebut
sindroma Conn).Kadang hiperaldosteronisme merupakan respon terhadap penyakit tertentu. Misalnya kelenjar adrenal melepaskan sejumlah besar aldosteron jika tekanan darah sangat tinggi atau jika arteri yang membawa darah ke ginjal menyempit.
Hiperaldosteronisme bisa menyebabkan rendahnya kadar kalium, sehingga terjadi kelemahan, kesemutan, kejang otot dan kelumpuhan. Sistem saraf bisa tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Beberapa penderita merasakan haus yang berlebihan dan sering berkemih, dan penderita lainnya ada yang mengalami perubahan kepribadian.
(Price & Wilson, 2006)

3. Penyebab kelumpuhan / paralysis
Kerusakan saraf yang dapat menyebabkan paralisis mungkin di dalam otak atau batang otak ( pusat sistem saraf ) atau mungkin di luar batang otak ( sistem saraf perifer ). Lebih sering penyebab kerusakan pada otak adalah : stroke, tumor, truma ( disebabkan jatuh atau pukulan ), multiple sclerosis ( penyakit yang merusak bungkus pelindung yang menutupi sel saraf ), serebralpalsy ( keadaan yang disebabkan injuri pada otak yang terjadi sesaat setelah lahir ), gangguan metabolik seperti pada gangguan hormonal ( gangguan dalam penghambatan kemampuan tubuh untuk mempertahankannya ). Kerusakan pada batang otak lebih sering disebabkan trauma, seperti jatuh atau kecelakaan mobil. Kondisi lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan saraf dalam atau dengan segera berdekatan pada tulang belakang termasuk : tumor, herniasi sendi ( juga disebut ruptur sendi ), spondilosis, rematoid artrirtis pada tulang belakang atau multiple sklerosis.

Gangguan otot merupakan salah satu gangguan yang diakibatkan karena terjadi gangguan hormonal diantaranya kelenjar adrenal yang menghasilkan aldosteron.
Aldosteronisme adalah keadaan klinis yang diakibatkan oleh produksi aldosteron “suatu hormon steroid mineralokortikoid korteks adrenal “ secara berlebih. Efek metabolik aldosteron berkaitan dengan keseimbangan elektrolit dan cairan. Aldosteron meningkatkan reabsorsi natrium tubulus proksimal ginjal dan menyebabkan ekskresi kalium dan ion hidrogen. Konsekuensi klinis kelebihan aldosteron adalah retensi natrium dan air.
  1. Aldosteronisme Primer yaitu keadaan klinis yang disebabkan oleh produksi aldosteron (hormon steroid mineralokortikoid korteks adrenal ) secara berlebihan sebagai akibat dari adenoma/tumor/hiperplasia pada kortek adrenal.
  2. Aldosteronisme Sekunder yaitu pengeluaran aldosteron oleh karena rangsangan dari sistem renin angiotensin 
    4. Patofisiologi 
    Peningkatan aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium, jumlah total natrium dalam tubuh dan hiperpolemia. Edema jarang ditemukan karena adanya mekanisme pengalihan, dimana terjadi reabsorbsi natrium pada tubulus proksimal terhalang dengan adanya sitem regulator ginjal.
    Hipertensi arteri terjadi karena peningkatan volume cairan, kadar natrium pada arterior dan pembuluh darah serta reaktifitas simfatis penurunan kalium pada intra dan ekstra seluler terjadai karena peningkatan ekresi kalium pada tubulus ginjal. Hipokalemia berakibat kelemahan otot, patique. Polinuktoria (karena peningkatan konsentrasi urin). Perubahan konduktifitas elektrik pada miokard dan penurunan toleransi glukosa.
5.Tanda dan gejala Paralysis

Distribusi paralisis memberikan syarat yang penting untuk bagian saraf yang rusak. Hemiplegia disebabkan kerusakan otak pada sisi berlawanan dengan paralysis, biasanya dari stroke. Paraplegia terjadi setelah injuri pada bagian bawah batang otak , dan quadriplegia terjadi setelah kerusakan bagian atas batang otak pada tingkat bahu atau lebih tinggi ( saraf yang mengontrol lengan sejajar tulang belakang ). Diplegia biasanya mengindikasikan kerusakan otak, lebih sering karena serebral palsy. Monoplegia mungkin disebabkan pemisahan kerusakan diantara system saraf pusat atau saraf perifer. Kelemahan atau paralysis hanya dapat terjadi pada lengan dan kaki dapat mengindikasikan penyakit diemelinisasi. Gejala lain yang sering menyertai paralisis termasuk mati rasa dan perasaan kesemutan, nyeri, perubahan penglihatan , kesulitan berbicara ,atau masalah dengan keseimbangan.
Tanda dan Gejala Aldosteronisme :
  • Hipertensi dengan tekanan diastolik antara 100-130 mmHg
  • Hipokalemia
  • Alkalosis Metabolik
  • Nyeri Kepala, Edema
  • Kelemahan Otot Berat
  • Polinukturia, Haus
  • Tampak bingung dan sering kesemutan

6. Diagnosis

Memberikan perhatian dengan teliti pada pasien dengan ada riwayat dapat menunjukkan penyebab paralisis. Pemeriksaan akan melihat indikasi seperti jatuh atau trauma lainnya, terpapar dengan toksin, adanya infeksi atau pembedahan, sakit kepala yang tidak deterangkan, mengawali adanya penyakit hormonal atau metabolisme dan riwayat kelemahan atau kondisi neurologis lainnya. Pengkajian neurologis uji kekuatan, refleks, dan sensasi mempengaruhi lokasi dan lokasi yang normal. Pemeriksaan termasuk CT Scans, MRI atau myelograpy dapat menyatakan bagian dari injuri. Electromyographi dan test kecepatan hantaran saraf adalah penampilan untuk uji fungsi otot dan saraf (http://.www.healtoz.com/healthhatoz/Atoz/ency/paralysis.jsp.diambil 18/2/2013 )

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan paralisis hanya untuk menghilangkan penyebab utamanya. Penurunan fungsi disebabkan kelumpuhan dalam waktu lama dapat diatasi melalui program rehabilitasi.
Rehabilitasi termasuk :
  1. Terapi fisik : terapi fisik difokuskan pada pergerakan. Terapi fisik membantu mengembangkan cara untuk mengimbangi paralisis melalui penggunaan otot yang masih mempunyai fungsi normal, membantu mempertahankan dan membentuk adanya kekuatan dan mengontrol bekas yang dipengaruhinya pada otot dan membantu mempertahankan ROM dalam mempengaruhi anggota badan untuk mencegah otot dari pemendekan ( kontraktur ) dan terjadinya kecacatan. Jika pertumbuhan kembali saraf yang diharapkan, terapi fisik menggunakan retrain yang mempengaruhi anggota badan selama pemulihan. Terapi fisik juga menggunakan peralatan yang sesuai seperti penyangga badan dan kursi roda.
  2. Terapi kerja ( occupational therapy ). Fokus terapi kerjaadalah pada aktivitas sehari – hari seperti makan dan mandi. Terapi kerja mengembangkan alat dan tehnik khusus yang mengijinkan perawatan sendiri dan jalan memberi kesan untuk memodifikasi rumah dan tempat kerja bahwa pasien dengan kelemahannya bias hidup normal.
  3. Terapi khusus lainnya : pasien membutuhkan pelayanan terapi pernafasan, konselor bagian rahabilitasi, pekerja sosial, nutrisi, berbicara, guru pengajar khusus, terapi rekreasi atau, therafi hormonal (http://.www.healtoz.com/healthhatoz/Atoz/ency/paralysis.jsp.diambil tgl 18/2/2013 )
  4. Constraint Induced Treatment Program, yaitu cara penatalaksanaan digunakan pada paralysis yang terjadi setelah terkena stroke dan injuri otak.

8. Pengkajian

Fokus pengkajian pada keadaan umum pasien ; keluhan utama ; lokasi keluhan utama; sifat keluhan utama dan lamanya keluhan ; faktor – faktor yang memperberat keluhan . Pengkajian dari kepala sampai kaki dan meninjau system tubuh sebagai data dasar, dengan menekankan pada daerah yang memungkinkan mengalami masalah. Pasien diinspeksi dalam posisi statis dan dinamis. Khususnya melalui inspeksi pada semua daerah kulit seperti adanya kemerahan atau kerusakan yang kritis. Pemeriksaan fungsi dasar : gerakan aktif, pasif dan isometric melawan tahanan sendi. Pemeriksaan spesifik : tes intra artikular ( joint Play Movement ) sendi bahu; tes kekuatan otot; tes koordinasi gerakan; tes sirkumtensia otot ( lingkar otot ). Pasien – pasien dengan kelumpuhan kuadriplegia dan paraplegia mempunyai pengalaman yang bervariasi dalam derajat kehilangan kekuatan motorik, sensasi dalam dan superfisial, mengontrol vasomotorik, defekasi, berkemih serta fungsi seksual. Disamping itu perlu dikaji kondisi psikologis pasien .
Pengertian terhadap respon emosional dan psikologis pasien dicapai melalui observasi respon dan tingkah laku pasien serta keluarga untuk mendengarkan keluhan pasien. Keberhasilan pelaksanaan terapi kelumpuhan tergantung pada motivasi, usaha dan keinginan pasien. Oleh sebab itu diperlukan dukungan dari keluarga ataupun orang yang terdekat dengan pasien. Pelaksanaan terapi ini mungkin membutuhkan waktu lama dan biaya yang besar oleh sebab itu perlu dikaji kemampuan ekonomi pasien atau sumber dana yang tersedia. Biarkan pasien yang menentukan terapi yang akan dijalani sesuai kemampuannya. Kaji kondisi pasien sebelum, pada saat dan setelah menjalankan terapi.

Pemeriksaan pada pasien hemiplegia :
  • pemeriksaan fungsi dasar : gerakan aktif, pasif dan tes isometrik melawan tahanan bahu
  • spesifik : tes intra artikular ( Joint Play Movement ) sendi bahu ; tes kekuatan otot;
  • tes koordinasi gerakan ; tes sirkumferensia otot ( lingkar otot ) daerah bahu. 
    9. Asuhan Keperawatan
    A. Keluhan Utama
    Klien dengan aldosteronisme biasanya mengeluh badan terasa lemah, banyak minum, banyak kencing, sering kencing malam, sakit kepala.
    B. Riwayat kesehatan
    Riwayat kesehatan sekarang :
    Tanyakan sejak kapan klien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan yang dilakukan untuk menanggulanginya.
    Riwayat penyakit dahulu :
    Tanyakan tentang adanya riwayat penyakit atau pemakai obat-obatan bebas yang bisa mempengaruhi.
    Riwayat kesehatan keluarga :
    Tanyakan apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama (aldosteronisme).

    C. Pengkajian
    1. Observasi atau temuan
    Neurologis :
     Kelemahan otot
     Keletihan
     Parestesi
     Paravisis lengan dan tungkai
     Tanda chvestek (+)
     Tetani dan disfungsi autoimun

    Kardiovasculer :
     Hipertensi
     Hipotensi postural tanpa reflek tachicardi
     Peningkatan nadi ketika berjongkok
     Cardiomegali
     Penurunan konduksi melalui myocardium

    Ginjal :
     Poliuri
     Polidipsi
     Azotemia

    2. Pemeriksaan diagnostik atau laboratorium
     Peningakata aldosteron plasma
     Aktivitas renin plasma ditekan atau tidak dapt dirangsang
     Gagal untuk menekan aldosteron dengan manuver biasa
     Hipernatremia (normal : 135 – 150 mEg/L)
     Hipokalemia (normal : 3,5 –5 mEg/L)
     Hiperpolemia
     Alkolosis metabolik
     Eksresi urine (24 jam) 18 – glukoronid

     EKG
    ♦ Segmen ST dan gelombang T tertekan, terlihat gelombang U
    ♦ Kontraksi ventrikel prematur
     Scan lodokolesterol
     Scan CT kelenjar adrenal untuk menentukan letak adenoma atau untuk membedakan hiperplasia dari adenoma
     Kateterisasi vena adrenal
    D.Diagnosa Keperawatan
    Diagnosa keperawatan berdasarkan pengkajian pada pasien meliputi :
  • Immobilisasi berhubungan dengan ketidakmampuan berjalan
  • Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kehilangan sensasi dan imobilisasi permanen
  • Resiko terhadap perubahan perfusi jaringan, kardiovaskuler berhubungan dengan disritmia karena hipokalemia.
  • Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kelemahan otot, parestesi, disfungsi autonomik dan tetani.
    E.Intervensi Keperawatan
  • Diagnosa keperawatan 1 : immbolisasi berhubungan dengan ketidakmampuan berjalan
    Hasil yang diharapkan : mempertahankan posisi optimal dari fungsi tubuh
    Kriteria hasil : tidak adanya kontraktur, fungsi motorik , rentang gerak dan kekuatan tangan, lengan dan tungkai normal
    Intervensi :
    1. jelaskan alasan perlunya bed rest
    2. tempatkan pada matras / tempat tidur terapeutik
    3. posisikan tubuh sejajar yang pantas
    4. hindari menggunakan alas tempat tidur yang kasar
    5. pertahankan alas tempat tidur bersih, kering dan bebas dari kerutan
    6. pasang papan pada tempat tidur
    7. gunakan alat ( contoh : bulu domba ) untuk melindungi pasien
    8. pasang pengaman tempat tidur, jika perlu
    9. awasi kondisi kulit
    10. gunakan alat untuk mencegah footdrop
  • Diagnosa keperawatan 2 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kehilangan sensasi dan imobilisasi permanen
    Hasil yang diharapkan :
    Kriteria hasil : integritas kulit dapat dipertahankan , tidak ada lecet atau luka pada bagian tubuh yang mengalami kelumpuhan.
    Intervensi :
  1. Inspeksi seluruh area kulit, catat pengisian kapiler, adanya kemerahan dan pembengkakan.
  2. lakukan masase dan lubrikasi pada kulit dengan lotion atau minyak
  3. lindungi sendi dengan menggunakan bantalan busa
  4. lakukan perubahan posisi sesering mungkin ditempat tidur ataupun sewaktu duduk. Letakkan pasien dalam posisi telungkup secara periodik
  5. bersihkan dan keringkan kulit khususnya daerah – daerah dengan kelembaban tinggi seperti : dengan menggunakan bantalan bus
  6. lakukan perubahan posisi sesering mungkin ditempat tidur ataupun sewaktu duduk. Letakkan pasien dalam posisi telungkup secara periodik
  7. bersihkan dan keringkan kulit khususnya daerah – daerah dengan kelembaban tinggi seperti : perineum
  8. tinggikan ektremitas secara periodik
  • Diagnosa Keperawatan 3 : Resiko terhadap perubahan perfusi jaringan, kardiovaskuler berhubungan dengan disritmia karena hipokalemia.
    Intervensi :
  1. Pertahankan diet tinggi kalium
  2. Berikan kalium dan suplemen sesuai pesanan
  3. Pantau kadar kalium serum setiap 8 jam
  4. Pantau terhadap tanda dan gejala hipokalemia
  5. Antisipasi kebutuhan untuk memberikan bantuan saat melakukan aktivitas
  6. Bantu saat melakukan latihan rentang gerak setiap 8 jam sekali bila pasien menjalani tirah baring
    Rasional :
  • Agar kadar kalium dalam tubuh normal
  • Untuk menambah masuk kalium yang tidak di dapatkan
  • Mengetahui kadar kalium normal
  • Mengetahui adanya gejala hipokalemia
  • Agar klien tidak mengalami kerusakan jaringan tubuh karenatirah baring yang lama.
    Evaluasi
  • Kadar kalium dalam tubuh normal
  • Tidak ada tanda dan gejala hipokalemia
  • Terpenuhinya diet tinggi kalium

    Diagnosa Keperawatan 4 : Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kelemahan otot, parestesi, disfungsi autonomik dan tetani.
    Intervensi :
  1. Kaji fungsi neuromuskular setiap 4 – 8 jam, laporkan perubahan yang menandakan potensial terjadinya tetani, peningkatan kelamahan / parastesi.
  2. Bantu dan berikan dorongan untuk melakukan ambulasi bila pasien mampu.
  3. Berikan bantuan untuk memberikan ambulasi.
  4. Pertahankan tempat tidur dalam posisi rendah dan pagar tempat tidur tetap terpasang.
  5. Singkirkan benda-benda dan objek lain yang secara potensial membahayakan diri lingkungan pasien.
    Rasional :
  • Agar mengetahui lebih awal terhadap terjadinya kelemahan otot
  • Agar klien tidaak merasa lelah daaan bosan dalam posisi yang sama pada proses penyembuhan
  • Untik menghindari terjadinya cedera atau trauma yang akan terjadi saat klien menjalani proses penyembuhan
  • Menjaga agar terjadi hal-hal yang membahayakan bagi klien
    Evaluasi :
  • Tidak terjadi cedera yang berhubungan dengan kelemahan otot
  • Mobilitas terpenuhi
  • Tidak terjadi intoleren aktivitas
  • Kurang pengetahuan tentang kebutuhan penatalaksanaan terapi jangka panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar